easy reading..

Because your time is the most important…

  • Categories

  • Archives

::: Pagi Kemarin… ::: (tulisan masa lalu)

Posted by joernalist on May 4, 2007

Selamat Pagi, Indonesia. (dibaca dengan aksen khas Gobind)

Kemarin pagi saya tergesa-gesa untuk keluar rumah, bukan karena terlambat atau ada tugas yang harus segera saya selesaikan setibanya di tempat kerja…
Saya hanya penasaran, bagaimana sih wajah Jakarta di pagi Buta?

Dahulu, yang paling pertama saya hindari adalah Kota Jakarta sebagai tempat mencari nafkah, dan entah kenapa hal ini justru menjadi kenyataan yang rasanya sulit untuk dihindari.

Layaknya para pekerja muda yang lain, akhirnya lambat laun saya pun mulai terpengaruh dengan ritme rutinitas yang lumayan membatasi kreatifitas saya selayak saya hidup di Jogja…

Keluar dari rumah, masih jam 5 pagi, geliat tukang ojek, penjual bubur ayam, dan bajaj yang menderu menyapa saya dengan wajah penuh harapan untuk disinggahi.
Jujur, biasanya saya keluar berangkat kerja pukul 7 pagi, terkadang naik bis kota, atau numpang mobil sepupu.

Dan hasilnya memang ‘mepet’ detik-detik terakhir absensi warna merah. Tapi kemarin pagi sedikit lain.

Saya berjalan hingga Jalan besar Pramuka (karena saya tinggal di jalan sempit sekitaran Utan Kayu yang banyak dikenal dengan JIL-nya maupun komunitas Utan Kayu-nya GM, Ayu Utami. Di jalan Pramuka tanpa dinyana sudah lumayan berseliwearan bis Kota dan mobil pribadi. Dapat saya duga, kebanyakan mobil ini berasal dari bilangan Pulogadung dan mobil milik warga Bekasi.

Setelah merasa bosan dan sepertinya tidak ada yang bisa saya dapatkan di jalan Pramuka, saya berhentikan bajaj yang sepertinya memang sengaja sedikit melambatkan kecepatannya begitu akan melewati saya. Saya tawar 5 ribu dari 8 ribu yang dia ajukan. Tujuan saya adalah Pasar Palmeriam di sudut barat Matraman.

Saya lirik arloji, jam menunjukkan pukul 6 kurang 20. Saya tahu, kalau pasar tradisional pasti selalu becek walau tidak hujan, selalu bau walau penjualnya selalu mandi sebelum berjualan, dan selalu cerewet, berisik dan penuh ekpresi..Sudah cukup lama, kira-kira 4 bulanan saya tidak berbelanja di Pasar tradisional. Terakhir kali adalah belanja di Pasar Condong catur, 300 meter dari warung nasi milik saya yang sampai saat ini masih berjalan walau pun tidak setiap hari saya kunjungi. Namun entah kenapa pasar tradisional selalu bikin kangen. Beda dengan Carefour yang digdaya, di sini saya bebas untuk menawar sesuka hati, walaupun jatuh-jatuhnya ya mungkin malah sedikit lebih mahal dibanding ‘pasar tradisionalnya’ warga prancis tersebut. Bisa belanja sambil menyeruput teh anget di genggaman, sembari makan serabi yang masih mengepulkan uapnya. Bisa beli jeruk setengah kilo, namun menawar sembari makan jeruk tersebut yang mungkin kalau ditimbang seberat 1 ons sendiri. Bisa tertawa, bisa memprotes, bahkan bisa mengumpat dan diumpat.

I kind of person who love to express my self clearly…..

Itulah alasan yang membuat saya menggila-gilai pasar tradisional. Oh ya sebetulnya semanjak saya mengawali cerita ini ada yang saya tutup-tutupi. Sebetulnya saya tidak sendiri, tetapi berjalan bersama istri. Bahkan sebetulnya saya berangkat dengan setengah hati, dipaksanya untuk bangun ‘pagi’, selesai ‘mandi’ dan memakai deodoran yang lumayan wangi. Istri saya ingin sekali melihat pagi.

Yang sebetulnya saya pun belum pernah tahu apa itu ‘pagi’ di Kota ini.
Yah, inilah yang namanya konsekuensi…

Selamat Pagi..(masih dengan aksen-nya Gobind)
I love you all, I love you all, I love you all Indonesia..(kalo ini pake aksennya Catur)

Matur sembah nuwun,
Rio Wardhanu

NB: Buat DS dan bini, buat Pronggo dan calon istri, serta Hafidz, Janu, Supri dan Hendrik 98 beserta crew’nya.

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang di hari “itu”.
Dan untuk semua yang selalu mendoakan baik lewat sms, email dan dalam mimpi-mimpi teman-teman semua..

Terima kasih banyak…

Hormat Takzim,
Rio Wardhanu
Selasa, 22 Maret 2005

Leave a comment